Jumat, 27 Mei 2022

UNTUK LELAKI YANG (TIDAK PERNAH LAGI) SEDANG DI PELUKAN

Siapapun yang berhasil membuatmu berhenti merusak dirimu sendiri, aku akan menyembahnya.

 

Aku masih mengingat dengan jelas kalimatmu tempo hari. Masih mengingat dengan baik pula raut gusarmu ketika mengatakannya. Tidak usah kaubayangkan seberapa besar rasa bersalah yang menggunduk di hatiku. Ketika itu, aku tahu ada yang salah tapi aku tidak tahu apa. Sekarang, aku menemukannya. Tidak akan ada orang yang berhasil melakukannya. Tidak juga kau, ataupun siapapun yang datang setelah kau. Hanya akulah yang bisa membuat diriku berhenti merusak diriku sendiri. Pemahaman yang terlambat tentu saja, sama terlambatnya denganku yang menyadari bahwa aku selalu gila memaksa, khususnya pada segala hal tentang kita.

 

Hari ini, semua harus berakhir. Mungkin melupakanmu sama halnya dengan melakukan kerja berat lainnya, perlu kedisiplinan dan pertama-tama sering membuatku susah tidur—tidur pun dihantui mimpi buruk. Otakku paham bahwa berakhir denganmu tidak akan membuat duniaku kiamat. Akhir-akhir ini aku belajar banyak hal, kau tahu? Tentu tidak karena kita sudah jarang bercakap dan dari sedikit hal-hal yang kita bicarakan adalah hal-hal yang aman untuk diperbincangkan.

 

Kedisiplinan pertama adalah mem-blok kontakmu. Baru langkah pertama dan aku sudah ingin menyerah saja. Mari lanjut ke langkah berikutnya. Kedua, berhenti datang dan membuat keributan. Sepertinya ini akan menjadi langkah yang lebih mudah. Bukankah makin ke sini aku makin mahir melakukannya? Langkah ketiga adalah berhenti datang ke tongkrongan. Masih lebih mudah dari yang pertama kukira. Setidaknya, tiga langkah tersebut sudah cukup untuk sedikit menjaga jarak.

 

Beberapa kali aku merasai dan berpikir, apakah aku menyesal telah memutuskanmu? Jawabannya selalu tidak. Jika memutuskan untuk terus, mungkin hubungan kita lebih punya peluang dan harapan, pun rasamu kembali menjadi sesuatu yang mungkin. Tapi, hal yang lebih parah dari itu bisa saja terjadi—trauma masa kecilku menjadi lebih buruk, misalnya. Aku tidak bisa membayangkan diriku setiap hari harus menangis, sakit kepala, dan mengeluh mual karena banyak berpikir dan menahan perasaan. Apakah kamu tahu tentang ini? Setelah kamu sedikit lebih pulih dari kondisi titik terendahmu, pernahkah kamu berpikir bagaimana perasaanku menghadapimu? 

 

Itulah kenapa jawabanku selalu sama, aku tidak menyesal. 

 

Continue reading UNTUK LELAKI YANG (TIDAK PERNAH LAGI) SEDANG DI PELUKAN