Konon, suatu malam seorang manusia memaksa manusia lainnya
untuk menonton film berjudul "Last Cristmast". Agaknya karena nyali
si manusia lain ini hanya sebesar biji kacang polong, ia berprasangka buruk. Ia
menganggap bahwa semua kata "Last" berarti kematian, dan segala
kematian selalu berkaitan dengan hal yang mengerikan dan menakutkan. Sama
menolaknya ketika seorang manusia ini mengatakan bahwa film tersebut bergenre
romance. Dengan dagu sedikit terangkat, si manusia lain mengatakan film
favoritnya adalah film yang memiliki tokoh utama perempuan superpower dengan
kehendaknya sendiri yang mati-matian ingin diwujudkan. Film romance, ah. Hidup
terlalu jalang untuk sekadar digambarkan dengan kegembiraan akan
romansa-romansa murahan.
Nah, singkatnya, beginilah isi dari filmnya:
Kisah ini milik seorang gadis periang,Si Peri di toko
pernak-pernik natal. Ah, karakter si gadis (sebut saja dengan nama Kate)
mencerminkan streotipe manusia pada buku-buku fiksi populer: periang dan
sedikit ceroboh, namun karakter itu adalah topeng dari segudang kebimbangan
atas jati dirinya dan keruwetan . Ia adalah gadis periang yang sering melakukan
hal-hal memalukan. Hingga ia bertemu dengan seorang lelaki tampan dan pergi
kencan dengannya. Sebut saja si cowok tampan—tinggi, berkulit terang, berhidung mancung, dan tentu
saja beraroma wangi, meskipun aku tidak yakin dengan kata sifat yang kuucapkan
di bagian akhir. Tapi kutebak ia benar-benar wangi.
Tidak ada hal ganjil terjadi, kecuali bagian di mana si
lelaki tampan bernama Tom ini selalu datang tiba-tiba seperti seorang pesulap
yang menggunakan dirinya sendiri sebagai objek sulapnya ketika ia bilang,
"Hilanglah". Melalui tokoh Tom inilah Kate disadarkan mengenai fakta
bahwa hidup tidak indah tapi tetap harus dinikmati.
Premis tersebut mengingatkanku pada tulisan-tulisan milik
Dea Anugerah dalam bukunya yang berjudul Hidup Begitu Indah dan Hanya Itu yang
Kita Punya. Katanya:
“Dunia ini, yang tak
suci dari kejahatan dan bencana, kasak-kusuk dan pengkhianatan, memang bukan le
meilleur des mondes possibles atau “dunia terbaik dari semua dunia yang mungkin
ada”. Namun, dunia juga bukan kakus mampat. Setiap saat puas dan kecewa
menantikan kita, berdampingan. Suka dan dukacita, baik dan buruk, elok dan
teruk, juga apa-apa yang berada di antara mereka, senantiasa mengisi kehidupan
kita yang bakal retak dan tak perlu diabadikan ini.
Tidak ada bukti
faktual bahwa dunia bertujuan, dan kita tinggal di dalamnya tanpa pernah
meneken tanda setuju. Namun, kita bisa menikmati sebagaimana adanya. Kita dapat
bersandar pada banyak alasannya dan berkata, tanpa berteriak, bahwa hidup ini
layak dijalani: musik, sepak bola, persahabatan, humor, belas kasih, cinta....
Dan dari pemahamanyang demikian, harapan bisa terus lahir.”
Daaaan, di paragraf-paragraf panjang yang lebih mirip
racauan ketimbang tulisan ini, aku hanya ingin bilang: mari hidup untuk
kebaikan-kebaikan kecil di dunia ini, kebaikan tidak terduga dari orang kamu
benci, kebaikan singkat dari orang yg numpang lewat saja dalam hidup ini. Jadi,
ayo nikmati hidup yang tidak indah ini!
*Tentu saja ini sebagai pengingat bagi manusia
yang sebenarnya tidak menikmati tapi
tetap berusaha menikmati hidup sekalipun sadar bahwa sebenarnya hidup tidak
nikmat-nikmat amat. Siapa orangnya? Tentu aku sendiri
0 komentar:
Posting Komentar